Suara enau dari mulut gagak berkoar koar, menambah sunyinya malam yang mencekam itu, bertengger di atas mahoni yang tinggi menjulang, mengayomi beberapa nisan dibawahnya. Entahlah, hal demikian membuat kaki marji tak lagi pergi meninggalkan anak istrinya untuk begadang. Memang, biasanya jika malam mulai larut, marji entah kemana, pergi tanpa pemberitahuan yang lengkap.
Malam jum'at pon tak seserem jum'at kliwon. Namun urung datang menemui marji. Sehingga buat kaki marji diam tak melangkah, terdiam terpaku diatas bangku.
"tumben" celetuk istrinya, mengipasi anaknya. Marji hanya terdiam, sesekali menghirup asap dari rokoknya yang mulai habis.
Hening, tak ada lagi suara anak anaknya, marji mulai melamun, putung rokok sudah ia buang. Mencoba mendengarkan suara dari samping rumahnya. Agak aneh, malam itu suara sesenggukan Dari seorang perempuan menangis, ia mulai berfikir. Pasalnya, bukan satu kali ini ia mendengarkan suara itu. Setiap jam sepuluh keatas, sudah tiga hari ia mendengarkannya.
Suara itu, semakin malam semakin keras, berpadu suara angin yang berhembus dingin dan beraroma mistis, seperti layang layang kehilangan kendali, daun daun berjatuhan tak menentu. Menyelipkan rasa sepi.
Marji beranjak, ia mengambil lampu senternya. Jalan dari kaki Marji gontai, mengendap endap, serta merta meluruskan Lampunya ke sebuah gundukan bernisan. Hasilnya nihil, tak ada apa apa disana, hanya nisan yang tua dan mulai keropos dimakan usia, berjejer jejer di sepanjang kamboja.
Jelas, bulu kuduk Marji merinding, ketika suara itu tak berhenti, bahkan semakin menyanyat, membuatnya kembali pulang dengan rasa takut.
¤¤¤
Besoknya, pukul 22:30, marji mengajak tiga tetangganya mengempung sebuah kuburan, dari pojok dan pojok, seperti halnya berburu, rasa takut mereda, seluruh penjuru kuburan sudah mereka periksa, namun masih tak kunjung menemukan, dari mana asal usul suara itu.
Sesenggukan semakin keras suaranya, dengan aroma sangat wangi, kebingungan melanda mereka, tapi asa yang putus takkan pernah ada.
"ini pasti seseorang terlukai hatinya"
"bukan!, ini suara hantu"
"bukankah ini suara, sudah empat hari yang lalu?"
Sepi, berkumpul dan mencari cari bersama.
"kedengarannya, ini dari sebuah pohon besar itu" Marji menunjuk nunjuk.
Memang benar, di situ dua pohon besar mendiami kuburan Pontang bertahun tahun.
Langkah mereka kemerosok menginjaki daun kering.
"benar katamu. Sepertinya memang dari arah pohon besar itu"
Seperti maling, mengendus ngendus. Sesekali senggukan itu disela oleh suara yang bergeming, terkadang semua itu hanyalah takhayul. Namun kali ini tidak. Mereka melihat begitu jelas wanita berbaju putih lusuh, duduk memegangi dengkulnya. Dengan rambut hitam terurai. Sesenggukan itu tak berhenti, membuat mereka terperangah.
"hey. . ." panggil Marji.
Wanita itu mendongakkan kepala, wajahnya yang putih dan hidungnya yang berdarah membuat kaget mereka.
"musri. . ." salah seorang memanggilnya.
Ya, musri, adalah perawan dari kampung sebelah barat perkuburan. Jika dilihat dari kuburan itu, rumah Musri hanya terlihat belakangnya saja.
"jadi selama ini, sesenggukan itu dari tangis Musri, yang meresahkan warga, membuat takut anak anak, menjadi cerita sehari hari, menjadikan semuanya sintru" keluh Marji dalam hati.
"mengapa kamu?, malam malam disini, Musri?"
Pipinya yang basah oleh air mata. Dan mulutnya diam.
"mengapa Musri?"
"ayo pulang !"
Musri tetap diam, air matanya tetap mengalir, sambil menunjuk nunjuk rumahnya.
"ya, Musri, itu rumahmu"
"ayo pulang"
Tangan Musri masih menunjuk rumahnya.
"ada apa dengan rumahmu?"
Mereka jelas jelas bingung, bengong melihat rumah Musri yang biasa biasa saja.
Mereka kaget ketika kembali melihat tempat duduk Musri yang kosong, Musri menghilang dalam sekejap. Tentu saja, rasa keanehan tak terbendung di hati mereka.
Adalah hantu yang barusaja mereka ajak omong.
"aneh!"
¤¤¤
Pagi hari, orang beramai ramai, mendengarkan cerita marji. Dan ingin mengetahui apa yang terjadi dengan rumah Musri, karena ada cerita bahwa, Musri ikut bapak ibunya naik haji yang baru berangkat kemarin. Tetapi ada pendapat bahwa, ketika bapak ibunya berangkat, Musri masih dirumah. Karena keluarga Musri termasuk pendiam, kaya, dan terlihat Alim. Jadi berita itu simpang siur.
Akhirnya ditetapkan, akan pergi kerumah Musri yang terlihat asri itu.
Mereka lega, mendapati rumah musri yang masih tertutup rapat, bahkan pintunya masih di kunci, tapi berbeda apa yang ada di hati Marji yang was was, dan ke tiga orang yang ikut magang semalam.
Setelah mendapat persetujuan dari pak lurah, mereka pun mendobrak rumah Musri.
"masya'allah" semua orang kaget, melihat darah berceceran, yang sudah kering di lantai keramik. Serta melihat Musri yang tergeletak bertelanjang memejamkan mata, dengan mulut tersumpal kain.
Jasad Musri yang sudah melepuh dan bau itu kemudian di tutupi kain seadanya, serta merta panggil ambulans.
¤¤¤
Setelah pulang dari di otopsi, mencuatlah kabar bahwa Musri adalah korban pemerkosaan.
Bergotong royonglah semua warga mengubur jasad Musri.
Suara sesenggukan tangis tiap malam itu sudah tiada lagi, walau terkadang hanya muncul pada malam jum'at kliwon. Tapi para tetua dari kampung itu memberi tahu pada sanak sanaknya. Bahwa itu hanyalah suara angin yang menerpa daun dan bunga kamboja, sehingga terdengar kemerosok dan berbau wangi.
Wangi kamboja.
By: Ahmad Darus salam
Kelas XIe bahasa
MA islamiyah senori.
Malam jum'at pon tak seserem jum'at kliwon. Namun urung datang menemui marji. Sehingga buat kaki marji diam tak melangkah, terdiam terpaku diatas bangku.
"tumben" celetuk istrinya, mengipasi anaknya. Marji hanya terdiam, sesekali menghirup asap dari rokoknya yang mulai habis.
Hening, tak ada lagi suara anak anaknya, marji mulai melamun, putung rokok sudah ia buang. Mencoba mendengarkan suara dari samping rumahnya. Agak aneh, malam itu suara sesenggukan Dari seorang perempuan menangis, ia mulai berfikir. Pasalnya, bukan satu kali ini ia mendengarkan suara itu. Setiap jam sepuluh keatas, sudah tiga hari ia mendengarkannya.
Suara itu, semakin malam semakin keras, berpadu suara angin yang berhembus dingin dan beraroma mistis, seperti layang layang kehilangan kendali, daun daun berjatuhan tak menentu. Menyelipkan rasa sepi.
Marji beranjak, ia mengambil lampu senternya. Jalan dari kaki Marji gontai, mengendap endap, serta merta meluruskan Lampunya ke sebuah gundukan bernisan. Hasilnya nihil, tak ada apa apa disana, hanya nisan yang tua dan mulai keropos dimakan usia, berjejer jejer di sepanjang kamboja.
Jelas, bulu kuduk Marji merinding, ketika suara itu tak berhenti, bahkan semakin menyanyat, membuatnya kembali pulang dengan rasa takut.
¤¤¤
Besoknya, pukul 22:30, marji mengajak tiga tetangganya mengempung sebuah kuburan, dari pojok dan pojok, seperti halnya berburu, rasa takut mereda, seluruh penjuru kuburan sudah mereka periksa, namun masih tak kunjung menemukan, dari mana asal usul suara itu.
Sesenggukan semakin keras suaranya, dengan aroma sangat wangi, kebingungan melanda mereka, tapi asa yang putus takkan pernah ada.
"ini pasti seseorang terlukai hatinya"
"bukan!, ini suara hantu"
"bukankah ini suara, sudah empat hari yang lalu?"
Sepi, berkumpul dan mencari cari bersama.
"kedengarannya, ini dari sebuah pohon besar itu" Marji menunjuk nunjuk.
Memang benar, di situ dua pohon besar mendiami kuburan Pontang bertahun tahun.
Langkah mereka kemerosok menginjaki daun kering.
"benar katamu. Sepertinya memang dari arah pohon besar itu"
Seperti maling, mengendus ngendus. Sesekali senggukan itu disela oleh suara yang bergeming, terkadang semua itu hanyalah takhayul. Namun kali ini tidak. Mereka melihat begitu jelas wanita berbaju putih lusuh, duduk memegangi dengkulnya. Dengan rambut hitam terurai. Sesenggukan itu tak berhenti, membuat mereka terperangah.
"hey. . ." panggil Marji.
Wanita itu mendongakkan kepala, wajahnya yang putih dan hidungnya yang berdarah membuat kaget mereka.
"musri. . ." salah seorang memanggilnya.
Ya, musri, adalah perawan dari kampung sebelah barat perkuburan. Jika dilihat dari kuburan itu, rumah Musri hanya terlihat belakangnya saja.
"jadi selama ini, sesenggukan itu dari tangis Musri, yang meresahkan warga, membuat takut anak anak, menjadi cerita sehari hari, menjadikan semuanya sintru" keluh Marji dalam hati.
"mengapa kamu?, malam malam disini, Musri?"
Pipinya yang basah oleh air mata. Dan mulutnya diam.
"mengapa Musri?"
"ayo pulang !"
Musri tetap diam, air matanya tetap mengalir, sambil menunjuk nunjuk rumahnya.
"ya, Musri, itu rumahmu"
"ayo pulang"
Tangan Musri masih menunjuk rumahnya.
"ada apa dengan rumahmu?"
Mereka jelas jelas bingung, bengong melihat rumah Musri yang biasa biasa saja.
Mereka kaget ketika kembali melihat tempat duduk Musri yang kosong, Musri menghilang dalam sekejap. Tentu saja, rasa keanehan tak terbendung di hati mereka.
Adalah hantu yang barusaja mereka ajak omong.
"aneh!"
¤¤¤
Pagi hari, orang beramai ramai, mendengarkan cerita marji. Dan ingin mengetahui apa yang terjadi dengan rumah Musri, karena ada cerita bahwa, Musri ikut bapak ibunya naik haji yang baru berangkat kemarin. Tetapi ada pendapat bahwa, ketika bapak ibunya berangkat, Musri masih dirumah. Karena keluarga Musri termasuk pendiam, kaya, dan terlihat Alim. Jadi berita itu simpang siur.
Akhirnya ditetapkan, akan pergi kerumah Musri yang terlihat asri itu.
Mereka lega, mendapati rumah musri yang masih tertutup rapat, bahkan pintunya masih di kunci, tapi berbeda apa yang ada di hati Marji yang was was, dan ke tiga orang yang ikut magang semalam.
Setelah mendapat persetujuan dari pak lurah, mereka pun mendobrak rumah Musri.
"masya'allah" semua orang kaget, melihat darah berceceran, yang sudah kering di lantai keramik. Serta melihat Musri yang tergeletak bertelanjang memejamkan mata, dengan mulut tersumpal kain.
Jasad Musri yang sudah melepuh dan bau itu kemudian di tutupi kain seadanya, serta merta panggil ambulans.
¤¤¤
Setelah pulang dari di otopsi, mencuatlah kabar bahwa Musri adalah korban pemerkosaan.
Bergotong royonglah semua warga mengubur jasad Musri.
Suara sesenggukan tangis tiap malam itu sudah tiada lagi, walau terkadang hanya muncul pada malam jum'at kliwon. Tapi para tetua dari kampung itu memberi tahu pada sanak sanaknya. Bahwa itu hanyalah suara angin yang menerpa daun dan bunga kamboja, sehingga terdengar kemerosok dan berbau wangi.
Wangi kamboja.
By: Ahmad Darus salam
Kelas XIe bahasa
MA islamiyah senori.
0 komentar:
Posting Komentar